Filsafat

09.43 Edit This 0 Comments »

ARTIKEL

HUBUNGAN MAQOSHID SYARIAH DENGAN MUAMALA MALIYAH

Oleh:

FAHMI PUTRI AISYAH

C02210053

PENGERTIAN MAQOSHID ASY-SYARI’AH

Apa yang dimaksud dengan Maqoshid Asy-syari’ah? Maqashid adalah jamak dari “maqshid”. Menurut bahasa, maqshid bererti tujuan. Sedangkan dalam istilah para ulama, Maqashid Asy-Syari’ah adalah: tujuan-tujuan yang ingin diwujudkan oleh syariat Islam sebagai alasan diturunkannya, demi kemaslahatan hamba-hamba Allah.

Maqasid Al Syariah berarti tujuan Allah SWT dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum Islam. Sementara menurut Wahbah al Zuhaili, Maqasid Al Syariah berarti nilai-nilai dan sasaran syara' yang tersirat dalam segenap atau bagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran-sasaran itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia syariah, yang ditetapkan oleh al-Syari' dalam setiap ketentuan hukum. Menurut Syathibi tujuan akhir hukum tersebut adalah satu, yaitu mashlahah atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia.

Maqasid Al Syariah, yang secara substansial mengandung kemashlahatan, menurut al Syathibi dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama maqasid al syari' (tujuan Tuhan). Kedua maqasid al mukallaf (tujuan mukallaf). Dilihat dari sudut tujuan Tuhan, Maqasid Al Syariah mengandung empat aspek, yaitu:

  1. Tujuan awal dari Syari' menetapkan syariah yaitu kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat.
  2. Penetapan syariah sebagai sesuatu yang harus dipahami.
  3. Penetapan syariah sebagai hukum taklifi yang harus dilaksanakan.
  4. Penetapan syariah guna membawa manusia ke bawah lindungan hukum.

Manfaat Mempelajari Maqashid Syari’ah

Ada beberapa manfaat bila kita mempelajari Maqashid Syari’ah, antara lain:

  • Mengungkapkan tujuan, alasan, dan hikmah tasyri’ baik yang umum atau khusus, integral atau sebbahagian di segenap bidang kehidupan dan dalam setiap ajaran Islam.
  • Menegaskan karakteristik Islam yang sesuai dengan setiap zaman, abadi dan realistik
  • Membantu ulama dalam berijtihad dalam bingkai tujuan syariat.
  • Memadukan secara seimbang prinsip “Mengambil zhahir nash” dengan prinsip “memperhatikan ruh dan substansi nash”
  • Mempersempit perselisihan dan ta’ashub di antara pengikut mazhab fiqih.

Makna Maslahat

Secara etimologi, maslahah bererti manfaat. Bentuk pluralnya adalah mashalih. Dalam istilah para ulama, maslahah adalah: mengambil manfaat dan menolak bahaya. Menurut Imam Ghazali, maslahah adalah: memelihara maksud (tujuan) syariat.

Jenis Maslahat

Maslahat ada beberapa jenis, iaitu Mashlahah Mu’tabarah, Mashlahah Mulghah, dan Mashlahah Mursalah. Salah satu jenis maslahat adalah Mashlahah Mu’tabarah yaitu maslahat yang diakui oleh syariat dengan menetapkan rincian hukum yang dengan jelas bertujuan mewujudkannya. Salah satu contoh dari jenis ini yaitu “Memelihara harta melalui hukum-hukum transaksi (muamalah maliyyah), pengharaman mencuri & hukuman bagi pelakunya.”

Muamalah adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi manfaat dengan tata cara yang ditentukan. Termasuk dalam muammalah yakni jual beli, hutang piutang, pemberian upah, serikat usaha, urunan atau patungan, dan lain-lain. Jadi muammalah maliyah yaitu interaksi mengenai harta benda (al-maal). Ruang lingkupnya yaitu Ahkam al-mu’awadhah dan Ahkam at-tabaru’at.

Ahkam al-mu’awadhah, yaitu muamalah yang digunakan untuk maksud adanya imbalan berupa keuntungan, usaha dan perdagangan, serta lainnya. Di dalamnya tercakup: jual-beli, sewa menyewa, hak pilih, syarikat, dan transaksi yang berhubungan dengannya.

Ahkam at-tabaru’at, yaitu muamalah yang bertujuan untuk berbuat baik dan memudahkan orang lain, seperti hadiah, pemberian, Wakaf, pembebasan budak dan Wasiyat serta yang lainnya.

Dalam ruang lingkup fiqih muamalah maliyah, disarankan untuk memahami hal-hal berikut ini:

1. Memahami pendapat para ulama yang mereka sampaikan dalam kitab-kitab fikih dengan tepat hingga dapat membedakan gambaran permasalahan dengan benar.

2. Mengetahui nash-nash yang menyampaikan masalah tersebut. Baik dalam qimar, maisir, gharar, riba, dan yang lainnya dari kejadian dan masalah yang beranekaragam.

3. Mengetahui bahasa Arab yang menjadi dasar istilah syar’i dalam mengungkapkan masalah-masalah tersebut.

4. Mengetahui istilah–yang oleh ahli fikih disebut dengan–al jam’i wat tafriq, yaitu kaidah yang menyatukan banyak permasalahan dan perbedaan-perbadaan antara masalah-masalah tersebut.

5. Memiliki dan menguasai ilmu maqashid syari’ah.

Karenanya, sudah seharusnyalah seorang thalib ilmu (pelajar) menguasai dengan baik pokok-pokok dan kaidah satu permasalahan. Pengenalan terhadap kaidah-kaidah tersebut akan sangat memudahkan seseorang untuk menguasai fikih, sehingga dengan satu kaidah seseorang dapat menjawab dan menguasai banyak permasalahan.

0 komentar: