waQaf

09.56 Edit This 0 Comments »

1.       Wakaf menurut Abu Hanifah dan sebagian ulama Hanafiyah: Menahan benda yang statusnya masih tetap milik Waqif (orang yang mewakafkan hartanya), sedangkan yang dishadakahkan adalah manfaatnya
2.       Wakaf  menurut Malikiyah: Menjadikan manfaat benda yang dimiliki, baik berupa sewa atau hasilya untuk diserahkan kepada yang berhak, dengan penyerahan berjangka waktu sesuai dengan kehendak Waqif”.
3.       Wakaf menurut Syafi’iyah : “Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya disertai dengan kekekalan benda, dan harta itu lepas dari penguasaan waqif, serta dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh agama”. 
4.       Wakaf menurut Hanabilah: “Menahan kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan hartanya yang bermanfat disertai dengan kekekalan benda serta memutus semua hak              wewenang atas benda itu, sedangkan manfaatnya dipergunakan dalam hal kebajikan untuk mendekatkan diri kepada Allah”.

Dari paparan tersebut dapat diambil pengertian bahwa :
  1. Harta wakaf lepas/putus dari hak milik waqif, kecuali pendapat Hanafiyah dan Malikiyah.
  2. Harta wakaf harus kekal, kecuali pendapat Malikiyah yang mengatakan bahwa boleh mewakafkan sesuatu, walaupun akan habis dengan sekali pakai, seperti makanan.
  3. Yang dishadaqahkan hanyalah manfaatnya saja.
        Abu Hanifah dan sebagian ulama Hanafiyah berpendapat bahwa harta wakaf masih tetap menjadi hak milik waqif,
“ Dari Ibn Abbas, ia berkata : “Ketika ayat tentang faraid dalam surat al-Nisa’ diturunkan, maka Rasulullah SAW bersabda : “Tidak ada penahanan harta (wakaf) setelah turunnya surat al-Nisa’ “(HR al-Baihaqi dari Ibnu Abbas).
Wakaf adalah suatu perbuatan hukum, oleh karena itu dalam pelaksanaannya harus diperhatikan tentang syarat dan rukunnya. Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun wakaf ada 4 (empat):
  1. Waqif (Orang yang mewakafkan hartanya).
  2. Mauquf (Barang yang diwakafkan).
  3. Mauquf ‘alaih (Tujuan wakaf/orang yang diserahi untuk mengelola harta wakaf).
  4. Sighat / Contract statement ( Pernyataan waqif untuk mewakafkan hartanya ).[1]
  1. Syarat Waqif ( Dedicator of endowment )

                Karena wakaf merupakan perbuatan hukum dari suatu ibadah, maka pelakunya harus orang yang ahliyah al-tabarru’, yaitu orang yang cakap bertindak atas namanya sendiri, tanpa ada paksaan dan tidak berada di bawah pengampuan ( al-mahjur ‘alaih ).
                Para fuqaha’ berbeda pendapat dalam memberikan syarat waqif sebagai berikut :
1.       Syarat-syarat waqif menurut Hanafiyah: Waqif hendaknya orang yang cakap bertabarru’, yaitu orang yang merdeka, dewasa dan berakal. Oleh karena itu, wakaf anak kecil baik mumayyiz atau tidak, orang gila dan orang yang ediot, batal (tidak sah) wakafnya, karena tidak cakap bertabarru’ “.
2.       Syarat waqif menutut Malikiyah: Waqif disyaratkan: Orang dewasa, berakal, rela, sehat, tidak berada di bawah pengampuan dan sebagai pemilik harta yang diwakafkannya“.
3.       Syarat-syarat waqif menurut Syafi’iyah: Waqif hendaknya orang yang cakap bertabarru’, maka dari itu tidak sah                 wakaf  anak kecil, orang gila, orang bodoh/boros dan budak mukatab”.
4.       Syarat-syarat waqif menurut Hanabilah : “ Pertama: Pemilik harta, maka dari itu tidak sah wakaf orang yang mewakafkan hak milik orang lain, tanpa seizin pemiliknya, Kedua: Orang yang diperbolehkan membelanjakan hartanya, oleh karena itu tidak sah wakaf orang yang berada di bawah pengampuan dan orang gila, Ketiga: Orang yang mengatasnamakan orang lain, seperti orang yang menjadi wakil orang lain”.
  1. Syarat Mauquf ( Dedicated endowment )
                Harta yang diwakafkan dipandang sah, bila harta tersebut memenuhi lima syarat, yaitu:
  1. Harta itu bernilai
  2. Harta itu berupa benda tidak bergerak (‘uqar)/benda bergerak (manqul)
  3. Harta itu diketahui kadar dan batasannya
  4. Harta itu milik waqif
  5. Harta itu terpisah dari harta perkongsian atau milik bersama
                Pada dasarnya para fuqaha sepakat dengan lima syarat tersebut di atas, akan tetapi mereka punya strassing tertentu dalam menentukan persyaratan harta yang akan diwakafkan.
Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
                a. warga negara Indonesia;
                b. beragama Islam;
                c. dewasa;
                d. amanah;
                e. mampu secara jasmani dan rohani; dan
                f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.


  1. Syarat Sighat (Contract Statement)

                Pernyataan wakaf (sighat) sangat menentukan sah/batalnya suatu perwakafan. Oleh karena itu, pernyataan wakaf harus tegas, jelas kepada siapa ditujukan dan untuk keperluan apa.
                Dari definisi-definisi wakaf sebagaimana tersebut di atas, dapat diambil pengertian bahwa sighat harus:
                1. Jelas tujuannya.
                2. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
                3. Tidak tergantung pada suatu syarat, kecuali syarat mati.
                4. Tidak mengandung suatu pengertian untuk mencabut kembali wakaf yang     sudah dilakukan.