Hukum Islam dan Perubahan Sosial

01.24 Edit This 0 Comments »

Hukum Islam dan Perubahan Sosial

I. Perubahan Sosial

Istilah adaptabilitas, segera berkaitan dengan perubahan-perubahan sosial. Perubahan sosial disini jelas bukan merupakan istilah teknis yang “tranformasi sosial” istilah ini lebih diperguanakan dalam pengertian umum untuk menandai bahwa perubahan dalam persoalan itu telah terjadi dalam rangka merespon kebutuhan-kebutuhan sosial.[1]

Kebutuhan-kebutuhan sosial yang berhubungan dengan hukum misalnya, sangat terkait dengan dua aspek kerja hukum dalam hubungannya dengan perubahan sosial:

  1. Hukum sebagai sarana kontrol sosial: sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang atau masyarakat agar bertingkah laku sesuai dengan harapan hukum yang sebenarnya.
  2. Hukum sebagai sarana kontrol engineering : penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai suatu tertib hukum atau keadaan masyarakat yang sesuai dengan cita-cita dan perubahan yang diinginkan.[2]

Suatu perubahan dapat diketahui jika ada sebuah penelitian dari susunan kehidupan masyarakat pada suatu waktu dengan kehidupan masyarakat pada masa lampau. Perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, lapisan-lapisan dalam masyarakat dsb.

Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. Dapat dikatakan kalau konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan, (2) pada waktu berbeda, dan (3) diantara keadaan system sosial yang sama.[3]

Sebagai suatu pedoman, maka dapat dirumuskan bahwa perubahan-perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perikelakuan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.[4]

II. Perubahan Dalam Hukum Islam

Hubungan teori hukum dan perubahan sosial merupakan salah satu problem dasar bagi filsafat-filsafat hukum. Hukum yang karena memiliki hubungan dengan hukum-hukum fisik yang diasumsikan harus tidak berubah itu menghadapi tantangan perubahan sosial yang menuntut kemampuan adaptasi dirinya. Seringkali benturan perubahan sosial itu amat besar sehingga mempengaruhi konsep-konsep dan lembaga-lembaga hukum, yang karenanya menimbulkan kebutuhan akan filsafat hukum Islam.

Argumen bahwa konsep hukum Islam adalah absolute dan otoriter yang karenanya abadi, dikembangkan dari dua sudut pandang. Pertama mengenai sumber hukum Islam adalah kehendak Tuhan, yang mutlak dan tidak bisa berubah. Jadi hal ini pendekatan ini lebih mendekati problem konsep hukum dalam kaitan perbedaan antara akal dan wahyu. Yaitu: (1) hukum dan teologi, (2) hukum dan epistemology. Sudut pandang kedua berasal dari difinisi hukum Islam, bahwa hukum Islam tidak dapat diidintifikasi sebagai system aturan-aturan yang bersifat etis atau moral. Jadi hal ini membicarakan kaitan perbedaan antara hukum dan moralitas.

Argumen-argumen yang dikemukakan oleh para pendukung keabadian Islam diringkaskan dalam tiga pernyataan umum:

  1. Hukum Islam adalah abadi karena konsep hukum yang bersifat otoriter, ilahi dan absolute dalam Islam tidak memperoleh perubahan dalam konsep-konsep dan institusi-institusi hukum. Sebagai konsekuwensi logis dari konsep ini, maka sanksi yang diberikannya bersifat ilahiyah yang karenanya tidak bisa berubah.
  2. Hukum Islam adalah abadi karena sifat asal dan perkembangannya dalam priode pembentukannya menjauhkannya dari institusi-institusi hukum dan perubahan sosial, pengadilan-pengadilan dan Negara.
  3. Hukum Islam adalah abadi karena ia tidak mengembangkan metodologi perubahan hukum yang memadai.[5]

Dalam literature hukum Islam kontemporer, kata “pembaruan” silih berganti dipergunakan dengan kata reformasi, modernisasi, reaktualisasi, dekontruksi, rekontruksi, tarjid, islah dan tajdid. Diantara kata-kata itu yang paling banyak digunakan adalah kata-kata islah, reformasi, dan tajdid. Islah dapat diartikan dengan perbaikan atau memperbaiki, reformasi berarti membentuk atau menyusun kembali, tajdid mengandung arti membangun kembali, menghidupkan kembali, menyususn kembali atau memperbaikinya agar dapat dipergunakan sebagaimana yang diharapkan.[6]

Masyarakat senantiasa mengalami perubahan, dapat berupa perubahan tatanan sosial, budaya, social ekonomi dan lainnya. Menurut para ahli linguistic dan sematik, bahasa akan mengalami perubahan sehingga diperlukan usaha atau ijtihad. Tentu kondisi suatu masyarakat akan berpengaruh terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh seorang mufti. Namun, ini berarti bahwa hukum tidak akan berubah begitu saja, tanpa memperhatikan norma yang terdapat dalam sumber utama hukum islam yaitu al-Quran dan Sunnah. Sejarah mencatat bahwa ijtihad telah dilaksanakan dari masa ke masa.[7]

Pendekatan secara historis, untuk memahami sifat dasar hukum Islam telah menyatakan hal-hal sebagai berikut, sebagai ciri khas hukum Islam:

  1. Sifat idealistik
  2. Religious
  3. Kekakuan
  4. Sifat kausistik

III. Ijtihad, ( Intiqa’I dan Insya’I )

Pembaruan hukum Islam telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, berproses dengan kondisi dan situasi serta dengan tuntutan zaman. Hal ini disebabkan oleh karena norma-norma yang terkandung dalam kitab-kitab fiqh sudah tidak mampu lagi memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang pada masa kitab-kitab fiqh itu ditulis oleh para fuqaha, dimana masalah baru yang berkembang saat ini belum terjadi.

Menurut para pakar hukum Islam di Indonesia, pembaruan atau perubahan hukum Islam terjadi, oleh beberapa faktor:

  1. Untuk mengisi kekosongan hukum karena norma-norma yang terdapat dalam kitab fiqh tidak mengaturnya, sedangkan kebutuhan masyarakat akan hukum yang baru sangat mendesak untuk diterapkan.
  2. Pengaruh glonalisasi ekonomi dan IPTEK sehingga perlu ada aturan hukum yang mengaturnya.
  3. Pengaruh reformasi dalam berbagai bidang yang memberikan peluang kepada hukum islam untuk bahan acuan dalam membuat hukum Nasioanal.
  4. Pengaruh pembaruan pemikiran hukum Islam yang dilaksanakan oleh para mujtahid tingkat Nasioanal dan Internasioanal.

Perubahan ini sejalan dengan teori Qaul Qadim dan Qaul Jadid yang dikemukakan oleh Imam Syafi’I, bahwa hukum juga dapat berubah, karena perubahannya dalil hukum yang ditetapkan pada peristiwa tertentu dalam melaksanakan Maqasyidus syari’ah. Perubahan hukum perlu dilaksanakan secara terus menerus karena hasil ijtihad selalu bersifat relative, itulah sebabnya jawaban terhadap masalah baru senantiasa harus bersifat baru pula, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip al-Quran dan Sunnah.[8]

Menurut DR Yusuf al-Qardhawi ada dua metode yang tepat dan cocok digunakan untuk dilaksanakan dalam menghadapi era globalisasi saat ini yaitu:

Ijtihad Intiqa’I, ialah meneliti ulang hasil ijtihad para ulama dahulu dan secara komprehensif membandingkan dan mengambil pendapat yang kuat sesuai dengan kriteria dan kaidah tarjih dan alat pengukurnya. Alat-alat pengukur pentarjihan selain yang telah kita tetapkan, yakni dalil yang kuat, juga pendapat itu:
1.sesuai dengan jaman diperlakukannya.
2.sesuai dengan arti rahmatan li al-’alamin.
3.sesuai dengan prinsip taisir (kemudahan).
4. sesuai dengan kemaslahatan.

Ijtihad Insya’I, yakni mengambil konklusi pendapat baru dalam persoalan baru yang belum pernah dikemukakan oleh mujtahid lain. Seperti dalam menghadapi masalah pentingnya penggunaan foto sebagai jati diri. Ada yang menganggap foto itu gambar. Padahal, ada Hadits yang melarang orang menggambar. Maka, ada pendapat baru bahwa foto itu bukan gambar yang dilarang. Karena Nabi melarang gambar membuat bandingan makhluk allah. Sedang foto adalah bayangan refleksi seperti dalam kaca, dan bayangan itu dengan alat modern direfleksikan dalam kertas. Di Qatar, foto itu disebut ‘aks (bayangan). Tukang foto disebut ’akkas. Seperti itu pendapat Syeikh Muh. Bakhit Al Mu’thi.
Jadi, dalam menghadapi masalah kontemporer, kita memang harus berpikir dan melakukan penelitian dan percobaan awal sebagai realisasi ijtihad.[9]

Sehubungan dengan metode ijtihad insya’i ini agar pelaksanaannya efektif dan menghasilkan suatu hokum yang dapat menyelesaikan suatu masalah maka perlu ditegakan ijtihad kolektif (jama’i) karena adanya tutuntan jaman , masalah-masalah terkait dan perelisihan bebagai mazhab. Istihad jama’I memiliki urgensi yang sangat tinggi dalam pembaharuan hokum islam yang di perlukan oleh umat islam pada abad modern ini. Adapun urgensi diantaranya adalah :

1). Menerapkan prinsip syura

2). Lebih seksama dan akurat karena bisa saling memberi, melengkapi, bekerjasama antar ulama mujhahid dan para pakar dari berbagai disiplin ilmu

3). Dapat mengerti posisi ijma’ dalam arti mampu menggantikan kedudukan system tasyri’ yang untuk saat ini tidak lagi dapat diterapkan karena alasan tidak berfungsinya ijma’ dan ijtihad dalam waktu yang bersamaan, dalam keadaan ini ijtihad jamai akan mengembalikan fitalitas dalam potensi fiqih untuk menghadapi segala kesulitan yang dihadapi.

4). Mengatur ijtihad dan menghindari kebuntuannya.

5). Melindungi ijtihad dari berbagai ancaman yaitu ancaman dari orang-orang yang menjual agama, penerbitan buku-buku dengan fatwa dusta, mendekatkan masyarakat kepada orang-orang durjana dan mengabdi pada musuh-musuh islam.

6). Merupakan solusi bagi permasalahan baru, dimana sekarang masyarakat hidup dalam suasana yang tidak jelas arahnya, banyak permasalahan fenomena yang timbul dan belum pernah terjadi sebelumnya sebagai solusinya perlu dilakukan ijtihad.

7). Merupakan jalan untuk menyatukan umat, sebagaimana diketahui bahwa umat islam sangat mendambakan terciptanya kesamaan persepsi dan kesatuan cara pandang memecahkan segala masalah yang dihadapinya.

8) Mewujudkan sikap saling melengkapi antar berbagai pendapat para ahli dalam mengambil suatu pendapat hukum.[10]

Hak kEbendAan

00.38 Edit This 1 Comment »

Asas-asas Hak Kebendaan:

1. Asas system tertutup, artinya bahwa hak-hak atas benda bersifat limitative, terbatas hanya pada yang diatur undang-undang. Di luar itu dengan perjanjian tidak diperkenankan menciptakan hak-hak yang baru

  1. Asas hak mengikuti benda/zaaksgevolg, droit de suite, yaitu hak kebendaan selalu mengikuti bendanya di mana dan dalam tangan siapapun benda itu berada.

Asas ini berasal dari hukum romawi yang membedakan hukum harta kekayaan (vermogensrecht) dalam hak kebendaan (zaakkelijkrecht) dan hak perseorangan (persoonlijkrecht).

  1. Asas publisitas, yaitu dengan adanya publisitas (openbaarheid) adalah pengumuman kepada masyarakat mengenai status pemilikan.

Pengumuman hak atas benda tetap/tanah terjadi melalui pendaftaran dalam buku tanah/register yang disediakan untuk itu sedangkan pengumuman benda bergerak terjadi melalui penguasaan nyata benda itu.

  1. Asas spesialitas

Dalam lembaga hak kepemilikan hak atas tanah secara individual harus ditunjukan dengan jelas ujud, batas, letak, luas tanah. Asas ini terdapat pada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas benda tetap.

  1. Asas totalitas

Hak pemilikan hanya dapat diletakan terhadap obyeknya secara totalitas dengan perkataan lain hak itu tidak dapat diletakan hanya untuk bagian-bagian benda.

Misalnya:

Pemilik sebuah bangunan dengan sendirinya adalah pemilik kosen, jendela, pintu dan jendela bangunan tersebut. Tidak mungkin bagian-bagian tersebut kepunyaan orang lain.

  1. Asas accessie/asas pelekatan

Suatu benda biasanya terdiri atas bagian-bagian yang melekat menjadi satu dengan benda pokok seperti hubungan antara bangunan dengan genteng, kosen, pintu dan jendela

Asas ini menyelesaikan masalah status dari benda pelengkap (accessoir) yang melekat pada benda pokok (principal).

Menurut asas ini pemilik benda pokok dengan sendirinya merupakan pemilik dari benda pelengkap. Dengan perkataan lain status hukum benda pelengkap mengikuti status hukum benda pokok.

Benda pelengkap itu terdiri dari bagian (bestanddeed) benda tambahan (bijzaak) dan benda penolong (hulpzaak).

  1. Asas pemisahan horizontal

KUHPerdata menganut asas pelekatan sedang UUPA menganut asas horizontal yang diambil alih dari hukum Adat.

Jual beli hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang terdapat di atasnya.

Jika bangunan dan tanaman akan mengikuti jual beli hak atas tanah harus dinyatakan secara tegas dalam akta jual beli.

Pemerintah menganut asas vertical untuk tanah yang sudah memiliki sertifikat untuk tanah yang belum bersertifikat menganut asas horizontal (Surat menteri pertanahan/agraria tanggal 8 Februari 1964 Undang-Undang No.91/14 jo S.Dep. Agraria tanggal 10 desember 1966 No. DPH/364/43/66.

  1. Asas dapat diserahkan

Hak pemilikan mengandung wewenang untuk menyerahkan benda.

Untuk membahas tentang penyerahan sesuatu benda kita harus mengetahui dulu tentang macam-macam benda karena ada bermacam-macam benda yang kita kenal seperti tidak dijelaskan pada Bab sebelumnya.

Cara-cara penyerahan secara mendalam akan dibahas dalam Bab selanjutnya.

  1. Asas perlindungan

Asas ini dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu perlindungan untuk golongan ekonomi lemah dan kepada pihak yang beritikad baik (to goeder trouw) walaupun pihak yang menyerahkannya tidak wenang berhak (beschikkingsonbevoegd). Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 1977 KUHPerdata.

  1. Asas absolute (hukum pemaksa)

Menurut asas ini hak kebendaan itu wajib dihormati atau ditaati oleh setiap orang yang berbeda dengan hak relative

Cara untuk memperoleh hak kebendaan, seperti:

a. Melalui Pengakuan

Benda yang tidak diketahui siapa pemiliknya (res nullius) kemudian didapatkan dan diakui oleh seseorang yang mendapatkannya, dianggap sebagai pemiliknya.

Contohnya, orang yang menangkap ikan, barang siapa yang mendapat ikan itu dan kemudian mengaku sebagai pemiliknya, dialah pemilik ikan tersebut. Demikian pula halnya dengan berburu dihutan, menggali harta karun dsb.

b. Melalui Penemuan

Benda yang semula milik orang lain akan tetapi lepas dari penguasaannya, karena misalnya jatuh di perjalanan, maka barang siapa yang menemukan barang tersebut dan ia tidak mengetahui siapa pemiliknya, menjadi pemilik barang yang diketemukannya. Contoh ini adalah aplikasi hak bezit.

c. Melalui Penyerahan

Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui penyerahan berdasarkan alas hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, hibah warisan dlsb Dengan adanya penyerahan maka titel berpindah kepada siapa benda itu diserahkan.

d. Dengan Daluarsa

Barang siapa menguasai benda bergerak yang dia tidak ketahui pemilik benda sebelumnya (misalnya karena menemukannya), hak milik atas benda itu diperoleh setelah lewat waktu 3 tahun sejak orang tersebut menguasai benda yang bersangkutan. Untuk benda tidak bergerak, daluwarsanya adalah :

- jika ada alas hak, 20 tahun

- jika tidak ada alas hak, 30 tahun

e. Melalui Pewarisan

Hak kebendaan bisa diperoleh melalui warisan berdasarkan hukum waris yang berlaku, bisa hukum adat, hukum Islam atau hukum barat.

f. Dengan penciptaan

Seseorang yang menciptakan benda baru, baik dari benda yang sudah ada maupun samasekali baru, dapat memperoleh hak milik atas benda ciptaannya itu. Contohnya orang yang menciptakan patung dari sebatang kayu, menjadi pemilik patung itu, demikian pula hak kebendaan tidak berwujud seperti hak paten, hak cipta dan lain sabagainya.

g. Dengan Cara Ikutab/Turunan

Seseorang yang membeli seekor sapi yang sedang bunting maka anak sapi yang dilahirkan dari induknya itu menjadi miliknya juga. Demikian pula orang yang membeli sebidang tanah, ternyata diatas tanah itu kemudian tumbuh pohon durian, maka pohon durian itu termasuk milik orang yang membeli tanah tersebut.

Hak kebendaan dapat hapus / lenyap karena hal:

a. Bendanya lenyap/Musnah

Karena musnahnya sesuatu benda, maka hak atas benda tersebut ikut lenyap, misalnya hak sewa atas sebuah rumah yang habis/musnah ketimbun longsoran tanah gunung, menjadi musnah juga. Atau, hak gadai atas sebuah sepeda motor, ikut habis apabila barang tersebut musnah karena kebakaran .

b. Karena dipindah Tangankan

Hak milik, hak memungut hasil atau hak pakai menjadi hapus bila benda yang bersangkutan dipindah tangankan kepada orang lain.

c. Karena Pelepasan Hak

Dalam hal ini pada umumnya pelepasan yang bersangkutan dilakukan secara sengaja oleh yang memiliki hak tersebut, seperti radio yang rusak dibuang ketempat sampah. Dalam hal ini maka halk kepemilikan menjadi hapus dan bisa menjadi hak milik orang lain yang menemukan radio tersebut.

d. Karena Kadaluarsa

Daluwarsa untuk barang tidak bergerak pada umumnya 30 tahun (karena ada alas hak), sedangkan untuk benda bergerak 3 tahun.

e. Karena Pencabutan Hak

Penguasa publik dapat mencabut hak kepemilikan seseorang atas benda tertentu, dengan memenuhi syarat :

- harus didasarkan suatu undang undang

- dilakukan untuk kepentingan umum (dengan ganti rugi yang layak)

masyarakat kota dan desa

10.08 Edit This 0 Comments »

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan di desa sangatlah berbeda dengan kehidupan di kota. Karena di desa masyarakatnya yang paguyuban dan kehidupannya juga masih sangat sederhana serta belum mengenal tekhnologi modern. Sedangkan masyarakat perkotaan kehidupannya individual dan telah mengikuti perubahan zaman dengan mengetahui adanya tekhnologi yang canggih.

Kebanyakan masyarakat perkotaan itu berasal dari desa, karena di desa tidak banyak memiliki lowongan pekerjaan. Sehingga masyarakat desa banyak yang melakukan urbanisasi. Tujuan masyarakat pedesaan dan perkotaan itu sama, sama-sama mencari mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup keluaraganya. Hanya saja cara mencari nafkahnya yang berbeda, orang-orang pedesaan mencari mata pencahariaanya dengan bertani di sawah ataupun mempunyai tambang ikan. Sedangkan orang-orang perkotaan, mereka mencari mata pencahariaanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan cara bekerja di perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik yang ada di perkotaan serta cara kerjanya pun telah menggunakan tenaga mesin yang canggih.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini akan dibahas beberapa rumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimana tentang kehidupan masyarakat di pedesaan?

2. Bagaimana tentang kehidupan masyarakat di perkotaan?

1.3. Tujuan masalah

Dari rumusan masalah di atas maka dalam ini memiliki tujuan masalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kehidupan masyarakat di pedesaan.

2. Untuk mengetahui kehidupan masyarakat di perkotaan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Kehidupan Masyarakat di Pedesaan

Masayarakat pedesaan memiliki kehidupan yang masih sangat sederhana dan memiliki lingkungan yang masih alami. Udaranya juga sejuk, berbeda dengan masyarakat perkotaan yang udaranya selalu berpolusi dari asap kendaraan-kendaraan yang berkeliaran di kota.

Menurut Sutardjo Kuncoro Ningrat Kartohadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum bertempat tinggalnya suatu masyarakat yang berkuasa dan mengadakan suatu pemerintahan sendiri. Masyarakat desa cenderung memiliki kerja sama yang sangat erat, selain itu cara bersosialisasi masyarakat pedesaan dan berinteraksinya jugasangat baik. Dalam kehidupan di pedesaan biasanya tertanam jiwa tolong-menolong antar sesame serta ramah dan tamah kepada sesama.[1]

Menurut Bintarto dalam bukunya “Suatu Pengantar Geografis Desa”, 1977 dijelaskan unsur-unsur desa adalah:

1. Daerah, dalam arti tanah yang produktif dan tidak produktif, serta penggunaanya.

2. Penduduk, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.

3. Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.

Maju mundurnya desa bergantung pada tiga unsur tersebut yang dalam kenyataannya ditentukan faktor usaha manusia (human effort) dan tata geografi (geographical setting). Jadi, jika tiga unsur tersebut ada namun tidak ada usaha dari manusia yang tinggal di pedesaan, maka tidak akan tercipta suatu desa yang di harapkan. Dan begitu juga sebaliknya.

Yang dimaksud masyarakat pedesaan menurut Paul H. Landis adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah tertentu dan penghuninya mempunyai hubungan erat dan mempunyai perasaan yang sama terhadap adat kebiasaan yang ada, serta menunjukkan adanya kekeluargaan di dalam kelompok mereka, seperti gotong royong dan tolonh-menolong.

A. Cirri-ciri Masyarakat Pedesaan

· Setiap warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan warga masyarakat di luar batas-batas wilayahnya.

· Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (gemeinschaft atau paguyuban).

· Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidupdari pertanian. Adapun pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan sebagai pengisi waktu luang.

· Masyarakatnya homogeny, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya.

B. Kegiatan Masyarakat Pedesaan

Masyarakat pedesaan melakukan kegiatannya selalu bersama-sama secara gotong royong, karena anggota masyarakat desa memiliki kepentingan pokok yang hamper sama. Sehingga mereka selalu bekerja sama untuk kepentingan mereka. Gotong royong biasanya dilakukan untuk kepentingan bersama (umum) bukan untuk kepentingan perorangan (individu). Namun, meskipun demikian dalam masyarakat desa kepentingan perorangan biasanya diselesaikan bersama-sama. Karena masyarakat pedesaan saling tolong-menolong.

2.2.Kehidupan Masyarakat Perkotaan

Masyarakat perkotaan sifatnya berbeda dengan masyarakat pedesaan yang masih agraris. Kehidupan di kota sudah terjamin fasilitas-fasilitas tekhnologi canggih, karena di kota kehidupannya lebih modern daripada masyarakat pedesaan. Namun udara yang tercipta pedesaan lebih segar dan alami, berbeda dengan udara di kpta yang dipenuhi dengan polusi dari asap berbagai kendaraan yang memadati jalanan perkotaan.

A. Cirri-ciri Masyarakat Perkotaan

· Jumlah penduduk besar dan padat, terutama di kota-kota dan pusat kota.

· Mempunyai penduduk yang beraneka ragam karena asal usul mereka yang berlainan. Banyak kawin campuan, pertentangan politik yang tajam, perbedaan yang mencolok antara yang kaya dan miskin.

· Penduduknya lebih dinamis bila dibandingkan dengan pendudukdesa, banyak mengadakan perubahan pekerjaan, mudah pindah tempat tinggal, dan sebagainya.

· Lebih cepat, lebih bebas dan mudah bergerak, lebih cepat menerima dan membuang sesuatu yang baru.

Dengan adanya ciri tersebut, banyak masyarakat pedesaan yang tertarik untuk melakukan urbanisasi denan tujuan memperbaiki keadaan hidupnya. Adapun yang menjadi sebab-sebab terjadinya urbanisasi adalah:

· Perkotaan lebih berkembang dan modern.

· Kesempatan kerja yang lebih banyakdi kota karenaperkembangn lapangan.

· Kota menjadi pusat kebudayaan seperti kesenian, pendidikan serta kemewahan, kenikmatan dan kesenangan

Ø Pengaruh urbanisasi terhadap kehidupan masyarakat kota adalah:

· Membuat penduduk kota terdiri atas campuran asal usul, tradisi, agama, nilai-nilai hidup dan sebagainya.

· Secara relatifsebagian besar penduduk kota ada dalam golongan usia produktif untuk berusaha, sehingga persaingan dalam bekerja besar sekali.

· Terjadi perbedaan yang tajam antara yang kaya dan yang miskin.

Ø Pengaruh urbanisasi terhadap masyarakat pedesaan adalah:

· Mempercepat peleburan pergaulan hidup yang beku dan tradisional di pedesaan.

· Terlantarnya pedesaan dalam lapangan social karena banyak penduduk yang merantau ke kota-kota besar. Hal ini menyebabkan desa miskin bertambah mundur, baik dalam lapangan sosial ekonomi maupun dalam hal pembangunan.[2]

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Masyarakat pedesaan adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah dan mempunyai hubungan yang erat serta perasaan yang sama terhadap adat kebiasaan yang ada dan menunjukkan adanya kekeluargaan, seperti gotong royong dan tolong-menolong. Masyarakat pedesaan mencari mata pencaharian dengan cara bertani di sawah atau di ladang, di desa belum mengenal tekhnologi canggih yang telah ada di zaman modern.

Sedangkan masyarakat perkotaan merupakan suatu himpunan penduduk yang bertempat tinggal di dalam pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan kesenian, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Masyarakat kota mencari mata pencahariannya rata-rata menggunakan tekhnologi yang canggih, seperti menggunakan tenaga mesin, computer dan lain-lain.

Kebanyakan masyarakat perkotaan rata-rata berasal deri desa, karena di kota banyak lowongan pekerjaan sehingga penduduk desa berkeinginan untuk melakukan urbanisasi.

3.2. Saran-saran

1. Masyrakat pedesaan merupakan wilayah yang masih agraris dan lingkungannya yang masih alamiyah, oleh karena, sebaiknya kealamian lingkungan tersebut harus tetap terjaga sebab lingkungan yang masih alami memiliki udara yang sejuk. Selain itu, masyarakat desa juga memiliki rasa persaudaraan yang erat, sebaiknya penduduk desa selalu menjaga kerukunan bersama.

2. Sedangkan masyarakat kota merupakan yang modern dengan berbagai alat tekhnologi yang canggih, alangkah baiknya jika memanfaatkan alat-alat tersebut dengan baik tanpa ada penyalah gunaan. Seperti penyalah gunaan pada internet, sehingga banyak terjadi suatu kejadian yang tidak diinginkan.

3. Dengan adanya urbanisasi, menjadikan wilayah kota padat. Alangakh baiknya jika penduduk desa tidak melakukan urbanisasi, namun membuka lapangan kerja sendiri di desa.

DAFTAR PUSTAKA

Ø Mawardi-ir,Drs dan Nur hidayati. iad,isd,ibd. Pustaka Setia. Bandung. 2000

Ø Harsya W. Bachtiar (ed),masyarakat dan kebudayaan, Djambatan, Jakarta,1988

Ø Bachtiar Harsja,W. struktur masyarakat Indonesia, solo, 1982



[1] Mawardi-ir, Drs, iad,isd,ibd,CV.PUSTAKA SETIA,Bandung 2000, hal 191

[2] Ibid, hal 192-193